Jul 4, 2012

Menggosipkan Realisme-Sosialisme Pramoedya Ananta Toer | Ngobrol Asik TerangSore

Oleh : Among Prakosa

Di sela himpitan tugas dan gencarnya kuliah pengganti menjelang UAS, bocah TerangSore pada awal sore hari ke 23 di bulan Juni ini menyempatkan diri untuk berkumpul dan menggosipkan apa itu Realisme-Sosialisme, sering ditulis Realisme-Sosial, dengan menggunakan novel milik Pramoedya Ananta Toer (Pram) sebagai rujukan.

Ngobrol asik ini merupakan pemanasan untuk program Kelas Menulis Terang Sore yang akan memasuki putaran ketiga. Rencananya, putaran ketiga Kelas Menulis Terang Sore akan digulirkan saat tahun ajaran baru 2012.

Juga masih menggunakan diksi “rencananya”, di putaran ketiga nanti Kelas Menulis akan mencoba bentuk tulisan Jurnalistik, khususnya Jurnalisme Sastrawi.


Tiga jam lagi baru Kedai Telapak beroperasi, namun Laras, Titin, Lia, Davi, dan saya sudah duduk melingkar meja dan bersiap mendengarkan pengantar singkat tentang Realisme, Sosialisme, sampai apa itu Realisme-Sosial. Sayang, ketiadaan Fetty sore itu, yang masih terbelit tugas-tugas kuliah, sedikit mengurangi semarak suara bocah (semoga dosa para dosen diampuni).

Suluh Pamuji, kawan dari jogja yang sedang berkunjung ke purwokerto, menjadi tamu sore itu. Selama 1,5 jam ia dengan sabar menjelaskan latar belakang sejarah kelahiran dan dimensi politis Realisme-Sosial, menjawab pertanyaan, serta menyederhanakan kompleksitas teori agar sesuai dengan jarak pengetahuan kita, bocah-bocah TerangSore.

Terlalu singkat memang, bahkan hanya untuk membincangkan karya-karya Pram waktu 1,5 jam tidak lah cukup. Apalagi jika diperluas hingga ke teori Realisme-Sosialisme yang dipelopori Maxim Gorky, sastrawan yang hidup di era Revolusi Bolshevik. Sedangkan membincangkan Realisme-Sosialisme, tidak boleh tidak, harus kita sentuh-sentuh itu konteks sejarah di balik kelahirannya.

Belum lagi kentalnya dimensi politis dari Realisme-Sosialisme itu sendiri, yang riskan jika tidak kita diskusikan. Sebab jika demikian pilihan yang diambil (melepaskan konteks sejarah dan dimensi politis dari wacana Realisme-Sosialisme), kita akan menjadi pembelajar tanggung.
Sebagai apologi, untuk pemula seperti kita pepatah lama masih berlaku: biar lambat asal selamat :D

***

Gosip, bagaimana pun, adalah obrolan kesana kemari yang bertujuan untuk menyebarluaskan desas-desus terkini. Karenanya, menggosipkan Realisme-Sosialisme Pram adalah memperbincangkan desas-desus. Atau sekurangnya, obrolan sepintas lalu.

Maka kita sebut saja perbincangan sore itu sebagai teaser, pengenalan pertama pada karya sastra politis yang dibangun dengan kerangka Realisme-Sosialisme, yang (harapannya) dapat menggoda rasa penasaran bocah-bocah TerangSore untuk (sendiri atau bersama-sama) mau menggali lebih dalam lagi sumur Realisme-Sosialisme.

Jika teaser itu berhasil (semoga berhasil), kawan Suluh sudah menawarkan diri untuk datang lagi ke TerangSore dan mendampingi bocah-bocah membaca karya-karya Pram secara utuh. “Tapi harus secara teoretik” katanya memberi syarat.

Bagaimana bocah, tergodakah?

Pamijen, 04 Juli 2012

4 comments:

  1. baru kenal tuh realisme sosialis, kyknya seru

    ReplyDelete
  2. Memang seru, dalam arti dg Realisme-Sosialisme sebuah karya sastra diberi kacamata partisipatoris dan emansipatoris.

    Kita tidak menulis utk ketenaran semata, bukan?

    ReplyDelete
  3. Tentu saja, sebuah karya sastra pasti ada nilai yang terkandung didalamnya

    ReplyDelete
  4. saya suka diksi penulisan kisah sore ini

    ReplyDelete